Friday, March 25, 2011

Standarisasi Ukuran Dinar Dirham Islam Perspektif Historis & Fiqih Islam



Oleh: Abbas Firman, Shohibul Faroji Azmatkhan, Thariq bin Djured

Pendahuluan
Memasuki tahun baru 1432H/2011 tidak terasa dinar dan dirham telah berjalan 12 tahun di Nusantara, alhamdulillah, yang dimulai oleh tiga orang muslim dari Indonesia (Nusantara) pada tahun 1999 dan mereka yang juga telah memulai pencetakan dinar dirham melalui PT Islamic Mint Nusantara (IMN), dengan berjalannya waktu pada tahun 2007 PT IMN menjadi pencetakan dinar dirham mandiri pertama di Indonesia yang juga memperkenalkan tentang wakala atau disebut Kiosk Dinarfirst yang telah mulai mengembangkan jaringan perdagangan dan pasar islam melalui Dinarfirst Saudara (Saudagar Nusantara) yang terintegarasi dalam mobile gold dinar dan dirham yang disebut sebagai Dinarfirst – mobile exchange system dan Titipan Dinarfirst dan mengajak muslim di Nusantara untuk terlibat secara langsung dalam memerangi riba.

Sejarah Standar Berat Dan Kadar Dinar Dirham Islam
Seperti telah kita ketahui bahwa Islamic Mint Nusantara memperkenalkan dinar (emas) dan dirham (perak) dengan berat dan kadar mengikuti ilmu dan amal yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, standar yang diambil adalah standar dinar pada masa Rasulullah Saw, dan ini berkaitan langsung dengan urusan nisab zakat harta yang harus ditarik sebanyak 20 Dinar untuk Zakat Emas dan 200 Dirham untuk Zakat Perak.1

Imam Hanafi mengatakan tentang hal ini:
“Bahwa ukuran Nisab Zakat yang disepakati ulama’ bagi emas adalah 20 Mitsqal, dan telah mencapai haul (1 tahun) dan bagi perak adalah 200 dirham”2

Imam Asy-Syafi’I berkata dalam Kitab Al-Umm, Volume 2:
“Rabi’ meriwayatkan bahwasanya Imam Asy-Syafi’I berkata: Tidak ada perbedaan pendapat (ikhtilaf) bahwasanya Dalam Zakat Emas itu adalah 20 Mitsqal (20 Dinar)”.3

Standarisasi Dinar ini, sebenarnya sudah terjadi sekian lama, jauh sebelum Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam lahir. Yaitu Pada masa Nabi Idris ‘alaihis Salam, 9000 tahun Sebelum Masehi, sebagai Rasul Ke-2 yang pertama kali hidup menetap, mengenal tambang emas dan perak, dan mengolahnya menjadi sebuah mata uang yang diberi nama “raqim”4 untuk mata uang emas, dan “wariq”5 untuk mata uang perak.

Sejarah mata uang Raqim dan Wariq ini, berlangsung cukup lama mulai dari periode Nabi Idris6, dilanjutkan ke periode Nabi Nuh, ke periode Hud, ke periode Nabi Sholih, ke periode Nabi Dzulqarnain, ke periode Ashabulkahfi, ke periode Nabi Ibrahim, ke periode Nabi Luth, ke periode Nabi Isma’il dan ke periode Nabi Ishaq. Peristiwa penting ini secara implisit dijelaskan dalam Al-Qur’an di 403 ayat dalam Al-Qur’an.7

Penamaan Dinar sebagai mata uang emas, dan Dirham sebagai mata uang perak, baru terjadi Periode Nabi Ya’qub dan Nabi Yusuf. Hal ini termaktub dalam Surah Ali-Imran (3): 75,8 dan Surah Yusuf [12]: 20.9

Standarisasi Ukuran Dinar dan Dirham pada masa Rasulullah Saw sama dengan ukuran Raqim dan Wariq pada masa Nabi Idris sampai Nabi Ishaq, dan sama pula ukurannya dengan Dinar dan Dirham pada masa Nabi Ya’qub sampai Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam. Ukuran ini adalah ukuran yang telah disepakati oleh Jumhur Ulama’. Yaitu: nisab zakat harta yang harus ditarik sebanyak 20 Dinar untuk Zakat Emas dan 200 Dirham untuk Zakat Perak.10

Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam, menerapkan kaidah standarisasi dinar dan dirham ini sesuai dengan “(berat) 7 Dinar harus setara dengan (berat) 10 Dirham”. Sunnah Dinar dan Dirham ini kemudian diikuti oleh para Khulafâ’ur Rasyidun yang berlangsung selama 30 tahun, yaitu sejak tahun 11 H sampai 40 H, berlangsung di Madinah yaitu Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Utsman bin ‘Affan dan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib.11

Standarisasi Dinar dan Dirham di atas juga dijaga tradisinya pada masa Bani Umayyah, berjalan selama 92 tahun, sejak tahun 40 H sampai 132 H. dengan 14 orang Khalifah yang berpusat di Damaskus. Khalifah-Khalifah itu yaitu: Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Yazid bin Mu’awiyyah, Mu’awiyyah II bin Yazid, Marwan bin Al-Hakam, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik, Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul ‘Aziz, Yazid II bin Abdul Malik, Hisyam bin Abdul Malik, Walid II bin Yazid, Yazid III bin Walid, Ibrahim bin Walid dan Marwan II bin Ja’diy.12

Standarisasi Dinar dan Dirham di atas juga dijaga tradisinya pada masa Bani ‘Abbasiyyah, berjalan selama 518 tahun, sejak tahun 132 H sampai 656 H. dengan 37 orang Khalifah yang berpusat di Baghdad. Khalifah-Khalifah itu yaitu: Abul ‘Abbas As-Saffah, Abu Ja’far Al-Manshur, Mahdi bin Al-Manshur, Hadi bin Mahdi, Harun ar-Rasyid bin Mahdi, Al-Amin bin Harun Ar-Rasyid, Al-Ma’mun bin Harun Ar-Rasyid, Al-Mu’tashim bin Harun Ar-Rasyid, Al-Watsiq bin Mu’tasyim, Al-Mutawakkil bin Mu’tashim, Al-Mutashir bin Al-Mutawakkil, Al-Musta’in bin Mu’tashim, Al-Mu’tazz bin Mutawakkil, Muhtadi bin Al-Watsiq, Mu’tamid bin Mutawakkil, Mu’tadid bin Al-Muwaffiq, Muktafi bin Mustadhid, Ar-Radhi bin Muqtadir, Al-Muqtaqi bin Muqtadir, Mustaqfi bin Mustaqfi, Al-Mu’thi bin Muqtadir, At-Ta’bin Al-Mu’thi, Al-Qadir bin Ishaq, Al-Qaim bin Al-Qadir, Muqtadi bin Muhammad, Mustazhir bin Muqtadi, Murtashid bin Mustashir, Ar-Rashid bin Murtasyid, al-Muqtafi bin Mu’atshir, Mustanjid bin Muqtafi, Mustadi bin Al-Muqtadi, An-Nashir bin Muatahdi, Az-Zhahir bin An-Nashir, Mustanshir bin Az-Zhahir, Musta’sihim bin Mustansir.13

Standarisasi Dinar dan Dirham di atas juga dijaga tradisinya pada masa Kerajaan-Kerajaan Kecil (Mulukut Thawâif), baik di benua Timur maupun di benua Barat (Andalusia) yang masuk menyelusup di masa Bani ‘Abbasiyyah, yaitu dari tahun 321 H sampai 685 H berjalan selama 350 tahun.14

Standarisasi Dinar dan Dirham di atas juga dijaga tradisinya pada masa Turki Utsmani, berjalan selama 666 tahun, sejak tahun 687 H sampai 1343 H (1924 M) dengan 38 orang Sultan yang berpusat di Istanbul (Kontantinopel).15

Bahkan pada masa Sultan Muhammad II Al-Fatah (Sultan Ke-7 dari Kesultanan Turki Utsmani), tahun 855H/ 1451M, Dinar dan Dirham dibawa oleh Duta Muballigh Islam yang dikenal dengan “Walisongo” melalui perdagangan bersistem Dinar Dirham di Wilayah Nusantara (Asia Tenggara).16

Dalam catatan Syekh Muhyiddin Khayyat dalam “Durusut Tarekh Al-Islamiy” Juz V, dan Catatan Jarji Zaidan dalam Tarekh Tamaddun Al-Iskamiy, Juz III, menyebutkan bahwa: Standarisasi Dinar dan Dirham di atas juga dijaga tradisinya di beberapa negara-negara Islam, seperti Kesultanan Umayyah di Adaluzie Eropa, mulai tahun 138 H = 755M sampai 407 H/ 1016 M. Juga diterapkan di Kesultanan Fathimiyyah di Afrika Utara dan Mesir sejak tahun 279 H/ 909 M sampai 567H/ 1171M, juga diterapkan di Kesultanan Ayyubiyyah di Mesir dan Syiria sejak tahun 567H/1171 M sampai 657H/1260 M, juga diterapkan di Kerajaan Geznewiyah di Afghanistan dan India sejak tahun 366 H/976M sampai 579H/1183M. Dan di Kesultanan Mongolia di India sejak tahun 932H/1526M sampai 1274 H/1857M.17

STANDARISASI UKURAN BERAT DAN KADAR DINAR DIRHAM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FIQIH ISLAM
Rumus “(berat) 7 Dinar harus setara dengan (berat) 10 Dirham”. Wahyu Allah menyebut Emas dan Perak serta mengaitkannya dengan berbagai hukum , misalnya zakat, perkawinan, hudud dan lain-lain.

Menurut Ibnu Khaldun dalam Mukaddimah, Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad Dimasyqi dalam Fiqih 4 Madzhab, menyatakan bahwa : Berdasarkan wahyu Allah, Emas dan Perak harus nyata dan memiliki ukuran dan penilaian tertentu (untuk zakat dan lainnya) yang mendasari segala ketentuannya, bukan atas sesuatu yang tak berdasarkan syari’ah (kertas dan logam lainnya). Ketahuilah bahwa terdapat persetujuan umum (ijma) sejak permulaan Islam dan masa Para Nabi dan Rasul, masa Nabi Muhammad, Khulafa’ur Rasyidun, Sahabat serta tabi’in, tabi’it tabi’in bahwa dirham yang sesuai syari’ah adalah yang sepuluh kepingnya seberat 7 mitsqal (bobot dinar) emas. Berat 1 mitsqal emas adalah 72 butir gandum, sehingga dirham yang bobotnya 7/10-nya setara dengan 50-2/5 butir. Ijma telah menetapkan dengan tegas seluruh ukuran ini.18

Dari rujukan di atas kami mengkaji ulang mengenai ukuran berat dan kadar dinar dan dirham terhadap nishab zakat. Setelah beberapa pertemuan dan pembicaraan dan masukan formal dan informal yang kami lakukan baik dengan beberapa kolega kami di Jakarta, Bandung dan Jogjakarta baik secara langsung ataupun melalui email, kami akan mengemukakan beberapa hal sangat penting terkait dengan standar dinar (emas) dan dirham (perak) terutama terhadap perhitungan nisab zakat di Nusantara dan dunia yang tentunya ini kami kemukakan bertujuan kepada ketakwaan dan kelurusan dalam mengamalkan dinar dirham dalam muamalat islam secara benar dan tepat sesuai dengan Syari’at Islam (Kitabullah dan Sunnah Rasulullah).

Menurut Jumhur Ulama’ Fiqih 4 Madzhab. Mereka sepakat bahwa nisab emas adalah sebanyak 20 mitsqal ( 1 Dinar = 1 mitsqal). Bahwa nisab zakat harta untuk 20 dinar (emas) sama dengan 88,864 gram emas murni maka menjadi 1 Dinar = 4.4432 gram.

Menurut Jumhur Ulama’ Fiqih 4 Madzhab menyebutkan berat yang digunakan adalah 88,8 gram emas murni atau setara dengan 20 Dinar, hal lain yang tidak bisa diabaikan adalah diketahui dari ijma ulama zakat emas yang dimaksud adalah emas murni (24K) yang artinya ini mempengaruhi kepada cara perhitungan berat dinar dan dirham, impikasi luasnya adalah kepada nishab zakat mal dan perdagangan islam.

Sementara saat ini dinar yang berkembang tidak mengikuti nisab yang benar yang disyariatkan Nabi Muhammad yaitu 88,864 gram emas murni. Jelas ini adalah kekeliruan besar dan bertentangan dengan Syari’at Islam.

Di mana letak kekeliruan dari dinar yang beredar sekarang ini?
Perhitungan berat dinar yang saat ini telah beredar di masyarakat, tidak berdasarkan nisab zakat 88,8 gram (emas murni) dan hal ini bertentangan dengan Sunnah nabi Muhammad.

Jika mengikuti pendapat bahwa nishab zakat 88,8 gram3 (emas murni) maka hitungan dinar (mitsqal) adalah 88,864 : 20 = 4.4432 gram1 untuk emas (24K), sedangkan dinar yang sekarang beredar adalah 4,25 gram (22K) berarti kadar dan beratnya sudah tidak sesuai dengan Syari’at Islam.

Penjelasannya adalah sebagai berikut, seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa dinar yang telah beredar saat ini mempunyai berat 4.25 (22K) dan 91.7, jadi perhitungan nishab zakat mal sebesar 20 dinar di dapat dengan cara sebagai berikut

85 gr / 20= 4.25 gr (24K)
nishab adalah 4.25 gr x 20 = 85 gr (24K)
*nishab zakat emas 85 gram berasal Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin dan diikuti oleh Yusuf Qardhawi. Dan menurut jumhur ulama pendapat ini sangat lemah karena tidak berdasarkan kepada nash-nash syar’i dan tidak mengikuti 4 madzhab yang mu’tabar. Kelemahan dari pendapat Utsaimin dan Qardhawi ini tidak sesuai dengan ijma Khalifah Umar bin Khattab yang mengatakan, bahwa berat 7 Dinar setara dengan 10 Dirham.

PERHATIKAN. Disini ada aspek yang terabaikan dalam pembayaran zakat mal dimana menurut jumhur ulama yang dimaksud adalah emas murni dan kita tidak bisa mengabaikannya, dalam bahasa arab emas murni disebut sebagai dzahab, artinya perhitungannya menjadi berbeda jika menggunakan emas 22K, perhitungannya menjadi sebagai berikut:

(24/22) x (85/20)= 4.63 gr (22K)
nishab adalah 4,63 gr x 20 = 92.6 gr

Sekarang dapat dilihat perbedaan ukuran antara 1 Dinar (22K) = 4.63 gr dan 1 Dinar (24K) = 4.25 gr (seperti penjelasan di atas) yang tentunya terkait langsung kepada nishab zakat, jadi kalau dihitung dalam standar 1 dinar = 4.25 gr (22K) hanya terkandung 78 gr emas (murni), dimana ini tidak mencapai nishab zakat mal yang seharusnya adalah 85 gram emas (murni).

Tinjauan Kritis Menentukan Berat Dinar dan Dirham Untuk Nishab Zakat Emas dan Perak Dalam Gram Berdasarkan Jumhur Ulama Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I Dan Hanbali

Dinar = 88,864 gram emas murni, maka Nishab Dinar = 88,864/20 = 4,4432 gram
Dirham = (4,4432 x7) / 10 = 3,1103 gram, maka Nishab perak = 200 x 3,1103 = 622 gram

Perbandingan 7/10 terhadap Troy Ounce adalah:
31,103/4,4432 = 7 (Dinar) dan 31,103/3,11= 10 (Dirham)

B. PERHITUNGAN BERAT KOIN DINAR (EMAS MURNI) BERDASARKAN TROY OUNCE UNTUK NISHAB ZAKAT EMAS (DINAR)

Bagaimana melihat hubungan mithqal dan troy ounce, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Sejarah satuan troy ounce ini diambil dari kota Troyes, Perancis. Di kota Toyes ini dikenal sebagai tempat jual beli emas dan perak, dimana mereka terbiasa menggunakan timbangan apoteker berbasis bulir gandum (grain).

Untuk mengetahui hubungan mithqal, bulir gandum dan grain, maka hitungannya adalah 1 mitsqal =72 bulir gandum = 68,57 grain.

Perbedaan ini dapat terjadi karena grain adalah satuan bulir gandum yang tidak dipotong kedua ujungnya atau perbedaan jenis gandum yang digunakan, karena selisihnya sedikit, yaitu: 72 – 68.57 = 3.43 bulir gandum

2. Perkataan Umar bin Abdul Aziz bahwa dirham buatan Abdul Malik bin Marwan bobotnya kurang, maka perbandingannya bukan 7/10 mitsqal tetapi 7/10.5 mitsqal (disebutkan dalam kitab Adh-Dharaib Fi As Sawad, hal. 65), ini artinya 7 mitsqal = 10,5 x 2.975 gr = 1 troy ounce

1 Troy Ounce = 480 grain
1 Grain = 64,79891 mg
7 mitsqal = 480 grain = 10 Dirham
1 Mitsqal = (480/ 7) grain = 68,57 x (64,79891/1000) = 4,4432 gram
1 Dirham = (480/10) x (64,79891/1000) = 3,1103 gram

Jika 1 Troy Ounce sebanding dengan 7 mitsqal, maka satuan mitsqal adalah 31,103 gram (1 troy ounce) : 7 = 4.4432 gram (emas 24K).
Mengacu kepada satuan Troy Ounce maka nishab zakat emas (20 mitsqal) menjadi 4.4432 gram x 20 = 88,864 gram emas murni.

C. PERHITUNGAN BERAT KOIN DIRHAM (PERAK) BERDASARKAN TROY OUNCE DAN NISHAB ZAKAT PERAK (DIRHAM)
Berat 1 Dirham (perak murni) adalah 31,103 gram (troy ounce) : 10 = 3.1103 gram.
Dengan mengacu kepada ukuran troy ounce maka nishab zakat perak adalah 3.11 gram x 200 = 622 gram perak murni.

Kesimpulan (Istinbath Hukum)
Jadi berdasarkan hal tersebut di atas, maka kita telah lihat bahwa terjadi kekeliruan mendasar dalam standar berat dan kadar koin Dinar dan Dirham Islam yang kini telah beredar. Dan hari ini juga kami memutuskan solusi yang jelas dan tegas secara syar’i yang harus diambil untuk menyikapi hal ini, karena ukuran berat dan kadar ini terkait dengan pelaksanaan pilar islam yaitu pelaksanaan rukun zakat, pasar terbuka islam, perdagangan islam, baitul mal, paguyuban, qirad, syirkah dan hal muamalat lainnya secara langsung, maka dengan ijin Allah kami akan memaklumatkan standar baru dari dinar dan dirham Islam baik ukuran dan kadar yang sesuai dengan penjelasan di atas.

Alhamdulillah, telah kami sampaikan hal ini denga tujuan ketakwaan kepada Allah, semoga ini menjadi jalan kita untuk mendapatkan ridha Allah di dunia dan akhirat. Amin

———————————————————————————————
Footnote:
1 Allammah Abdurrahman bin Muhammad Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab, Bab Zakat Emas dan Perak.
2 Kitab Fiqih Hanafi, Bab Zakat Emas, halaman 119
3 Imam Asy-Syafi’I, Kitab Al-Umm, Volume 2, halaman 40
4 Ar-Raqim adalah nama mata uang emas, sebelum dinamakan menjadi dinar. Lihat Surah Al-Kahfi [18]: 9
5 Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rasyad Al-Qurthubi (w.450 H), Bab Kitab Zakat Adz-Dzahab Wa Al-Waraq, Beirut-Libanon: Penerbit Darul Gharbi Al-Islami, Cet.2, tahun 1988, Jilid 2, halaman 355- 422
6 Nabi Idris adalah Nabi pertama yang menemukan pertambangan emas dan perak, memiliki kejujuran yang tinggi dalam mencetak mata uang Islam, yaitu Raqim dan Wariq, hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah Maryam [19]: 56; Juga dijelaskan dalam Surah Al-Anbiya’ [21]: 85. Nabi Idris sebagai penemu Mata Uang pertama Islam, yaitu mata uang emas dan perak, diriwayatkan oleh Wahhab bin Munabbih dalam Kitab Qishohul Anbiya’, karya Ibnu Katsir.
7 Ibnu Katsir, Kitab Qishohul Anbiya’, tt
8 Tentang Dinar, terdapat dalam QS. Ali Imran [3]: 75, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: 75. Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: “tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.
9 Tentang Dirham, Allah berfirman dalam surah Yusuf [12]: 20, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf
10 Allammah Abdurrahman bin Muhammad Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab,, Bab Zakat Emas dan Perak. Dan Kitab Fiqih Hanafi, Bab Zakat Emas, halaman 119, juga bisa dibaca dalam Kitab Bidayatul Mujtahid Ibnu Ruysd dan Kitab Al-Umm Imam Syafi’I, Volume 2, halaman 39. Tentang Zakat Wariq, dan Al-Umm, Volume 2, tentang Zakat Emas, halaman 40
11 Muhammad, Quthub Ibrahim. 2003. Kebijakan Ekonomi Umar Bi Khaththab (As-Siyâsah al-Mâliyah li ‘Umar ibn al-Khaththâb). Terjemahan oleh Safarudin Saleh. Jakarta: Pustaka Azzam.
12 Bersumber pada kitab berikut ini: Al-Bidaayah Wan Nihaayah, Ibn Katsir; Tarikh Khulafa’, As-Suyuthi; Tarikh Bani Umayyah, Al-Mamlakah Su’udiyyah; Tarikh Islamy, Ibn Khaldun; Sejarah Bani Umayyah, Muhammad Syu’ub, Penerbit PT.Bulan Bintang
13 Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa`, Sejarah Para Penguasa Islam. Jakarta: AL-KAUTSAR, 2006. ISBN 979-592-175-4
14 Ahmed, Akbar S., Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Penerjemah: Nunding Ram dan Ramli Yakub. Jakarta: Erlangga, T.t; Ahmed, Akbar S. Rekonstruksi Sejarah Islam di Tengah Pluralitas Agama dan Peradaban. Penerjemah: Amru Nst. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003.Armstrong, Karen. Sepintas Sejarah Islam. Penerjemah: Ira Puspito Rini. Surabaya: Ikon Teralitera, 2004. Hamur, Ahmad Ibrahim. Al-Hadhârah al-Islâmiyyah. T.tp: T.pn, 2002. Himayah, Mahmud Ali. Ibnu Hazm: Biografi, Karya, dan Kajiannya Tentang Agama-agama. Jakarta: Lentera Basritama, 2001. Hitti, Philip K. History of The Arabs. Penerjemah: Cecep Lukman Ysin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010. Khalîfah, Muhammad Muhammad dan Zaki Ali Suwailim. Al-Adab al-‘Arabî wa Târikhuh. Kairo: al-Ma‘âhid al-Azhariyyah, 1977. Lubis, Nabilah. al-Mu‘ayyan fi al-Adab al-‘Araby wa Târikhu. Ciputat: Fakultas Adab dan Humaniora, 2005. Syalbî, Ahmad. Mausû‘ah al-Târikh al-Islâmî wa al-Hadhârah al-Islâmiyyah. Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1979. Sunanto, Musrifah. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Prenada Media, 2004. Urvoy, Dominique. Perjalan Intelektual Ibnu Rusyd. Penerjemah: Achmad Syahid . Surabaya: Risalah Gusti, 2000. Utsman, Ahmadi dan Cahya Buana. al-Adab al-‘Arabî fî al-‘Ashr al-‘Abbâsî wa al-Andalûsî wa ‘Ashr al-Inhithâth. Ciputat: Fakultas Adab dan Humaniora, 2010.
15 Leslie Peirce “The Imperial Harem: Women and sovereignty in the Ottoman empire and Morality Tales: Law and gender in the Ottoman court of Aintab”; Asy-Syalabi, Ali Muhammad (25 Desember 2010). Bangkit dan Runtuhnya Khilafah ‘Utsmaniyah. Pustaka Al-Kautsar. hlm. 403-425. Mufradi, Ali (25 Desember 2010). Kerajaan Utsmani dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. PT. Ichtiar Baru van Hoeve. hlm. 236-246. An-Nabhani, Taqiyyuddin (25 Desember 2010). Ad-Daulatul Islamiyyah . Darul Ummah. hlm. 139. Musthafa, Nadiyah Mahmud (25 Desember 1996). Al-’Ashrul ‘Utsmani minal Quwwatul Haimanah ila Bidayatul Mas’alatusy Syarqiyyah. Al-Ma’hadul ‘Alami lil Fikrul Islami. hlm. 94; Marjeh, Maufaq Bani (25 Desember 1996). Shahwatur Rajulul Maridh au as-Sulthan ‘Abdul Hamid ats-Tsani wal Khilafatul Islamiyyah. Darul Bayariq. hlm. 42; Harb, Muhammad (25 Desember 1998). Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II. Darul Qalam. hlm. 68. Noer, Deliar (25 Desember 1973). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. LP3ES. hlm. 242; Suryanegara, Ahmad Mansur (25 Desember 1998). Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Mizan. hlm. 227.
16 KH.Moehammad Dahlan, Haul Sunan Ampel Ke-555,halaman 1;
17 Syekh Muhyiddin Khayyat dalam “Durusut Tarekh Al-Islamiy” Juz V, dan Catatan Jarji Zaidan dalam Tarekh Tamaddun Al-Iskamiy, Juz III
18 Menurut Ibnu Khaldun dalam Mukaddimah, Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad Dimasyqi dalam Fiqih 4 Madzhab.

No comments:

Post a Comment